#page-loader { position:fixed !important; position:absolute; top:0; right:0; bottom:0; left:0; z-index:9999; background:#FFFFFF url('https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOfhqj9phEMiTh2CDMcNR6td3tSUnle8c0At6NGg8LhS3ZyqN9E5BzdgS9dJdfyJQt36GXAMdeb0EhdvgfshWIJcChfvb1I5zV5DRePogtUHratKRBZyR5e-eRr8_NaujtkDQcytFB16w/s128-no/Loading7.gif') no-repeat 50% 50%; padding:1em 1.2em; display:none; }

Tragedi tabrakan KLM 4805


BERITA SUNDUL99 - KLM 4805 yang diawaki 14 orang dan berpenumpang 234 orang berangkat dari Amsterdam, Belanda menuju bandara internasional Gran Canaria, Kepulauan Canary. Sementara itu, pesawat PanAm 1736 yang diawaki 16 orang dan berpenumpang 380 orang berangkat dari Los Angeles menuju tempat yang sama.

Kedua pesawat ini tiba di wilayah udara Kepulauan Canary pada tanggal 27 Maret 1977 pagi. Bandara Gran Canaria pada hari itu ditutup oleh otorita setempat karena ada ancaman bom sehingga semua pesawat ke tujuan Gran Canaria Airport dialihkan ke bandara di pulau-pulau sekitarnya, di antaranya di Bandara Los Rodeos, yang kini bernama Tenerife North Airport. Kedua pesawat ini termasuk pesawat yang mendarat sementara di Tenerife. Bandara Tenefire sendiri (yang hanya punya landas pacu tunggal) sudah penuh sesak dengan pesawat-pesawat parkir di kawasan taxiway-nya.

Pada sore harinya, Gran Canaria International Airport dibuka kembali. KLM-4805 dan PanAm-1736 dijinkan kembali terbang menuju tujuan aslinya yakni bandara Gran Canaria yang tidak jauh lagi dari Tenerife. Dengan banyaknya pesawat lain yang parkir di taxiway Tenerife, KLM-4805 terpaksa menggunakan runway (landas pacu) untuk melakukan taxiing menuju titik take-off. Dalam istilah penerbangan ini disebut dengan istilah taxiback. Pada sore itu, kabut tebal menyergap bandara Tenerife.

PanAm-1736 pun bersiap menuju landas pacu, dan kedua pesawat ini tidak bisa saling melihat dalam rendahnya visibility (daya pandang) di sore berkabut itu. Pihak ATC-pun tidak bisa melihat kedua pesawat ini dan tidak bisa mendeteksi lokasi kedua pesawat ini karena di bandara itu tak tersedia ground-radar. Satu-satunya sarana ATC untuk berkomunikasi dengan kedua pesawat ini adalah radio komunikasi.

Pada saat berada di titik take-off, pilot KLM-4805, mencoba mendapatkan clearance untuk take-off, dengan memberikan informasi kepada ATC dengan mengatakan “we are now at take-off” (kami sekarang berada di titik take-off, atau kami siap take-off). Pihak ATC membalas dengan kata “OK, stand by for take-off. We will call you”. Komunikasi inilah yang diduga mengandung kesimpangsiuran makna. Pada saat pilot KLM-4805 menginformasikan ‘we are now at ‘take-off’, sebenarnya pihak ATC belum memberikan clearance untuk take-off. Jawaban pihak ATC yang berbunyi ‘OK’ itupun maksudnya adalah “OK, stand by for take-off’ (OK, siap-siap untuk take-off). Ternyata, “OK”, dari ATC tersebut dimaknai oleh Pilot KLM-4805 sebagai clearance untuk take-off. Mereka melepas rem, dan mulai melaju di landas pacu.

Sementara itu, PanAm juga bergerak di landas pacu untuk melakukan taxiback ke titik take-off. Pilot PanAm-1736 menginformasikan mereka masih sedang berada di landas pacu, dan mendapat jawaban dari ATC, bahwa landas pacu aman. Tapi Pilot PanAm merasa ada yang tidak beres. Ia mendengar semua komunikasi KLM-4805 dengan ATC, tapi pilot KLM-4805 tidak bisa mendengar radio pilot PanAm-1736 karena gangguan radio yang disebut heterodyne. Pilot PanAm-1736 berseru, “No….” melalui radio, tapi tak terdengar oleh pilot KLM ataupun ATC. Dan tiba-tiba saja di landas pacu tunggal itu, Pilot PanAm melihat KLM-4805 melaju ke arah mereka dengan kecepakatan hendak take-off.

Ketika sadar ada ada pesawat PanAm-1736 di landas pacu, sudah terlambat bagi pilot KLM-4805  untuk menghentikan lajunya pesawat. Untuk mencegah benturan, pilot KLM-4805 memaksakan pesawat untuk climbing (mendongakkan moncong) dan mengudara. Namun  premature climbing ini membuat bagian ekor tergesek di permukaan landas pacu dan menimbulkan percikan api. PanAm-1736 mencoba berbelok keluar landas pacu untuk menghindari tabrakan, namun terlambat. Badan PanAm-1736 terhantam bagian bawah moncong KLM-4805. Satu mesin KLM-4805 rontok akibat tabrakan ini, namun pesawat KLM-4805 masih meluncur ke udara setinggi sekitar 150 meter dan kemudian terhempas, lalu meledak tak jauh dari landas pacu.

Akibat tabrakan ini, seluruh penumpang KLM-4805 (248 orang) tewas, sementara di pihak PanAm-1736, 326 penumpang dan 9 awak tewas. Total korban dari kedua pesawat adalah 583 orang. Tragedi Tenerife disebut-sebut sebagai Kecelakaan Terbesar Sepanjang Sejarah Penerbangan karena besarnya korban.

Hasil Investigasi menyimpulkan bahwa kesalahan ada di pihak pilot KLM-4805, yang salah menginterpretasikan kata-kata, “OK, stand by for take-off” dari pihak ATC.(SUNDUL99)
Share on Google Plus

About Jocelyn

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment