#page-loader { position:fixed !important; position:absolute; top:0; right:0; bottom:0; left:0; z-index:9999; background:#FFFFFF url('https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOfhqj9phEMiTh2CDMcNR6td3tSUnle8c0At6NGg8LhS3ZyqN9E5BzdgS9dJdfyJQt36GXAMdeb0EhdvgfshWIJcChfvb1I5zV5DRePogtUHratKRBZyR5e-eRr8_NaujtkDQcytFB16w/s128-no/Loading7.gif') no-repeat 50% 50%; padding:1em 1.2em; display:none; }

Tragedi Heysel

BERITA SUNDUL99Suasana di dalam stadion Heysel, Brussels, Belgia nampak normal ketika waktu menunjukkan pukul 18.00 waktu setempat atau dua jam sebelum final Piala Champions 1984--1985 antara Juventus vs Liverpool digelar, 29 Mei 1985. Para fan kedua tim nampak tertib memasuki stadion dan bernyanyi sebagai upaya menyemangati tim kesayangan berlaga di partai puncak. Para pemain yang berada di lapangan pun nampak normal melakukan pemanasan.

Akan tetapi, suasana euforia itu berubah kelabu. Satu jam kemudian, suara teriak dan makian mulai menggema dari arah tribun. Situasi makin mencekam karena kedua fan mulai bertindak anarkistis dengan saling melempar sejumlah benda tumpul. Aparat keamanan seolah tidak berdaya karena tribun Stadion Heysel tidak menyediakan pembatas antarsuporter yang memadai.

Saksi mata mengungkapkan, fan La Vecchia Signora sebagai pihak yang mengawali kerusuhan ini. Merasa tidak terima, fan The Reds membalas dengan melempar batu ke suporter lawan dan mulai memanjat ke pagar pembatas untuk menyerbu fan Juventus.


Jumlah suporter Juventus tidak sebanding dengan fan Liverpool ketika itu. Sadar kalah jumlah, fan Juventus akhirnya memilih mundur. Tapi mereka terhalang tembok besar. Mungkin karena mulai terancam, pendukung Juventus terus berusaha menekan ke belakang hingga akhirnya tembok runtuh karena tidak kuasa menerima tekanan.

Runtuhan tembok menimpa fan yang sudah terdesak. Nahas, 39 orang yang terkena reruntuhan meninggal dunia. Total, 32 di antaranya merupakan fan Juventus dan tujuh lainnya pendukung netral asal Belgia, Prancis, dan Irlandia Utara. Kerusuhan terus berlanjut meski sudah ada korban berjatuhan. Bahkan, aparat juga ikut terlibat dalam bentrok kedua fan yang berlangsung selama dua jam itu


Pertandingan terpaksa ditunda. Setelah berembuk selama satu jam, wasit, pengawas laga, dan ofisial kedua tim memutuskan untuk tetap melanjutkan pertandingan agar kerusuhan tidak bertambah kacau. Setelah bertanding selama 90 menit, Juventus akhirnya sukses meraih kemenangan dengan skor 1-0 sekaligus menggondol trofi Piala Champions 1984--1985.

Fan Juventus tidak melakukan perayaan secara besar-besaran walau tim kesayangan menang. Justru pemandangan yang terjadi selepas pertandingan sangat memilukan. Di luar stadion, pendukung La Vecchia Signora memukul-mukul bus yang ditumpangi skuat The Reds sambil berlinang air mata.

"Kami melihat fan Juventus menangis dan mereka memukul-mukul bagian luar bus. Saya ingat betul ada seorang Italia, yang wajahnya tepat di bawah jendela tempat saya duduk, menangis dan marah. Ia sangat kehilangan seseorang dalam kondisi seperti itu. Anda pasti tidak pernah berharap pertandingan berakhir demikian," ujar striker Liverpool ketika itu, Kenny Dalglish.

Kejadian pilu yang merenggut nyawa 39 suporter kala itu akhirnya mendapat perhatian dari UEFA, FA, dan Perdana Menteri Inggris, Margaret Thatcher. Liverpool divonis sebagai pihak yang bersalah. Namun, Thatcher tidak ingin membuat putusan yang terkesan tebang pilih. 

Guna menimbulkan efek jera, Thatcher mendesak agar UEFA melarang seluruh klub Inggris tampil di kancah Eropa. UEFA yang sangat antipati terhadap kekerasan dalam pertandingan sepak bola dengan mudah mengamini permintaan Thatcher.

Pada 31 Mei 1985, UEFA secara resmi melarang seluruh klub Inggris berkiprah di kompetisi antarklub Eropa selama lima tahun. Khusus untuk The Reds, dilarang tampil selama delapan tahun. Tapi, putusan itu akhirnya direvisi sehingga Liverpool hanya mendapat larangan tampil di Eropa selama enam tahun.

Tragedi Heysel sangat melukai perasaan fan Juventus. Terutama bagi suporter yang kehilangan, kerabat, keluarga, atau orang terdekat pada tragedi malam itu. Mereka seolah sulit menerima kenyataan dan merasa enggan untuk memaafkan. 

Buktinya, sejumlah nada skeptis dan sinis masih terdengar ketika Liverpool berusaha menunjukkan sikap empati dengan menggelar rangkaian seremoni untuk memperingati tragedi Heysel saat The Reds melawan Juventus di 16 besar Liga Champions 2004--2005. 


Ketika itu, mantan bintang kedua tim, yakni Ian Rush dan Michel Platini secara simbolis membawa sebuah papan bertuliskan "In Memory and Friendship": In Memoria e Amicizia. Fan Liverpool menimpali dengan membentuk koreografi mosaik bertuliskan "Amicizia" atau yang berarti persahabatan.

Tragedi Heysel sudah berlalu selama 30 tahun. Tapi, kejadian nahas itu sepertinya tidak akan mungkin dilupakan oleh fan Juventus. Terutama bagi suporter yang terlibat secara langsung dan berhasil selamat dari kejadian horor itu. (SUNDUL99)
Share on Google Plus

About Jocelyn

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment